Buaya irian (bahasa Latin: Crocodylus novaeguineae) adalah
salah satu spesies buaya yang ditemukan menyebar di perairan tawar pedalaman
pulau Papua. Bentuk umum jenis ini mirip dengan buaya muara (C. porosus), namun
lebih kecil dan warna kulitnya lebih gelap.
Pengenalan
Panjang tubuhnya sampai sekitar 3,35 m pada yang jantan,
sedangkan yang betina hingga sekitar 2,65 m. Buaya ini memiliki sisik-sisik
yang relatif lebih besar daripada buaya lainnya apabila disandingkan. Di bagian
belakang kepala terdapat 4–7 sisik lebar (post-occipital scutes) yang tersusun
berderet melintang, terpisah agak jauh di kanan-kiri garis tengah tengkuk.
Sisik-sisik besar di punggungnya (dorsal scutes) tersusun dalam 8–11 lajur dan
11–18 deret dari depan ke belakang tubuh. Sisik-sisik perutnya dalam 23–28
deret (rata-rata 25 deret) dari depan ke belakang.
Buaya Irian |
Habitat dan kebiasaan
Reptil yang umumnya nokturnal ini menghuni wilayah pedalaman
Papua yang berair tawar, di sungai-sungai, rawa dan danau. Meskipun diketahui
toleran terhadap air asin, buaya ini jarang-jarang dijumpai di perairan payau,
dan tak pernah ditemui di tempat di mana terdapat buaya muara.
Buaya irian bertelur di awal musim kemarau. Rata-rata buaya
betina mengeluarkan 35 butir telur, dengan jumlah maksimal sekitar 56 butir.
Berat telur rata-rata 73 gram, sementara anak buaya yang baru menetas berukuran
antara 26–32 cm panjangnya. Buaya betina menunggui sarang dan anak-anaknya
hingga dapat mencari makanannya sendiri.
Catatan taksonomis
Dari segi morfologi dan habitat, jenis ini mirip dengan
jenis-jenis buaya air tawar dari Indonesia bagian barat; yakni buaya Siam (C.
siamensis), buaya mindoro (C. mindorensis), dan buaya kalimantan (C. raninus).
C. mindorensis dahulu dianggap sebagai anak jenis (subspesies) buaya irian
(sebagai C. novaeguineae mindorensis), akan tetapi kini dianggap sebagai jenis
tersendiri.
Diketahui ada dua populasi buaya irian di Papua, yang
terpisah oleh pegunungan tengah. Analisis DNA memperlihatkan bahwa kedua
populasi itu secara genetik berlainan. Populasi di selatan pegunungan, yang
menyebar mulai dari selatan Kepala Burung hingga jazirah selatan Papua Nugini,
diusulkan para ahli untuk dianggap sebagai jenis yang terpisah, yakni buaya
Sahul. Buaya ini secara morfologis serupa dengan buaya irian, kecuali bahwa
sisik-sisik besar di belakang kepala (post-occipital scutes) biasanya berjumlah
tiga pasang (3–6 buah), dan sisik-sisik besar di tengkuk (nuchal scutes)
dipisahkan oleh sederet sisik-sisik kecil.
Buaya Sahul juga memiliki musim bertelur yang berbeda (di
awal musim hujan), berat telur rata-rata yang lebih tinggi (104 gram), dan
jumlah telur rata-rata yang lebih rendah (22 butir). Anak yang ditetaskan
berukuran rata-rata lebih panjang, yakni antara 31–37 cm.
Konservasi
Buaya irian merupakan salah satu jenis buaya yang banyak
dieksploitasi untuk dimanfaatkan kulitnya. Penangkapan dari alam di Papua
Nugini saja tercatat lebih dari 20 ribu ekor pertahun di antara 1977-1980, yang
kemudian menyusut menjadi antara 12 ribu – 20 ribu ekor pertahun (1981–1989)
dan kini turun lagi menjadi antara 3.000–5.000 ekor pertahun. Sebaliknya,
pengumpulan telur dan anakan untuk kepentingan penangkaran terus meningkat,
sehingga kini berbagai penangkaran di negara itu bisa menghasilkan antara 2.500–10.000
ekor buaya pertahun. Mempertimbangkan tingginya tekanan terhadap populasinya di
alam, Pemerintah Indonesia telah memasukkan Crocodylus novaeguineae sebagai
hewan yang dilindungi oleh undang-undang, yang membatasi pemanfaatannya.
Perdagangan kulit dan produk-produknya diawasi oleh CITES, yang memasukkan
jenis ini ke dalam Apendiks II. Sementara IUCN memandangnya sebagai beresiko
rendah (LR, lower risks) alias cukup aman, mengingat populasinya yang relatif
masih tinggi dengan habitat yang luas di alam. Populasi buaya irian liar
diperkirakan antara 50 ribu hingga 100 ribu ekor, di seluruh pulau Papua.
0 komentar:
Posting Komentar